Jumat, 02 November 2012

Artikel Realitas Sosial

Pengemis Menjamur di Jaksel


Meski larangan memberi uang kepada pengemis telah diatur dalam Perda Ketertiban Umum (Tibum) No 8 tahun 2007, namun aturan itu banyak dilanggar pengendara kendaraan di ibu kota. Akibatnya, pengemis makin menjamur di ibu kota, khususnya di Jakarta Selatan. Bahkan, dalam penertiban sejak dua bulan terakhir, jumlah pengemis mendominasi hasil penertiban tersebut.
“Dari September sampai tanggal 28 Oktober kemarin, PMKS yang terjaring 66 orang. Dari jumlah tersebut didominasi pengemis sebanyak 23 orang, pemulung 9 orang, dan selebihnya adalah pengamen, anak jalanan, psikotik, dan 1 Pekerja Seks Komersial (PSK)," ujar Abdurrahman Anwar, Kasudin Sosial Jakarta Selatan, Senin (29/10).

Ia menyebut, titik rawan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) itu biasanya tersebar di perempatan Jl Fatmawati Raya, Jl Panglima Polim, kawasan Blok M, daerah Kuningan, dan Mampang Prapatan. “Untuk Satgas Pelayanan Pengawasan dan Pengendalian Sosial (P3S), juga terus melingkar wilayah untuk memberi informasi-informasi tentang pergerakan PMKS,” tukasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Sudin Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda mengatakan, untuk menertibkan PMKS pihaknya sering kucing-kucingan dengan PMKS di jalan. Agar penertiban berjalan maksimal, tak jarang pihaknya harus gonta-ganti mobil sebagai modus penyamaran. “Mereka sudah hafal sampai nomor polisinya, apalagi kita pakai mobil pengangkut warna biru. Terkadang kita pakai mobil lain dengan plat nomor hitam, agar mereka tidak lari,” tandas Miftah.
Sumber : BERITAJAKARTA.COM

Contoh Gambar Realitas Sosial


Mereka banyak yang berasal dari orang-orang yang sudah tidak tahu lagi harus bekerja apa sehingga memilih jalan pintas dengan mengharapkan rejeki secara mudah dari orang lain yang mau berbagi. Saat ini para peminta tidak lagi didominasi oleh orang yang memiliki keterbatasan, baik keterbatasan kemampuan maupun keterbatasan fisik tubuh. Seringkali ada oknum peminta-minta yang memanfaatkan bantuan anak kecil atau bahkan bayi untuk lebih mendramatisir penampilan sehingga akan lebih dikasihani. Bahkan jika perlu bayi tersebut harus disewa. Ada juga anak-anak remaja yang didorong pihak lain atau atas keinginan sendiri untuk terjun ke jalan raya sebagai peminta-minta. Yang lebih parah lagi adalah tingkah oknum yang mengorganisir beberapa kelompok orang agar menjadi pengemis secara lebih ‘profesional’. Para pelaku jalanan ini akan berharap mendapatkan uang dari sedekah para pengguna jalan yang lebih banyak lagi pada waktu di bulan puasa ini.

Kamis, 01 November 2012

RATUSAN SISWA UNJUK RASA PERTANYAKAN PEMUNGUTAN DANA




Garut, 26/1 (ANTARA) - Ratusan siswa SMA-Negeri 17 Kabupaten Garut, Jawa Barat, menggelar unjuk rasa dengan mogok belajar, Rabu, mempertanyakan pihak sekolah yang melakukan pemungutan dana kepada siswa.Siswa SMA 17 yang tercatat sebanyak 820 siswa dari kelas 1 hingga 3 berunjuk rasa setelah jam istirahat, kemudian enggan masuk kembali ke kelas masing-masing untuk melakukan aktivitas belajar.

Unjuk rasa mereka hanya berkumpul diluar kelas dan halaman sekolah, menunggu penjelasan dari pihak sekolah terkait tuntutan pertanyaan masalah pungutan dana.

"Siswa tidak mau belajar, sebelum guru dan kepala sekolah menjelaskan pungutan yang dilakukan sekolah kepada siswa," kata seorang siswa kelas 3.

Aksi yang digelar hingga pulang sekolah sekitar pukul 13.00 WIB itu, kata siswa itu, pihak sekolah memungut uang sebesar Rp25 ribu setiap bulan kepada siswa kelas III yang tercatat sebanyak 280 siswa untuk dana persiapan ujian nasional.

Pungutan dana yang sudah dimulai sejak September 2010, kata dia pelaksanaan seperti latihan persiapan dan pemantapan belajar menghadapi ujian nasional belum dilakukan oleh pihak sekolah.

Bahkan, kata dia dikabarkan sekolah telah merencanakan memungut kembali uang dari siswa untuk pelaksanaan pelatihan mengisi soal berikut jawaban Ujian Nasional sebesar Rp200 ribu.

"Kami kecewa, karena dana yang sudah kami berikan kepada sekolah sampai sekarang belum terlaksana juga," kata Inka yang diiyakan siswa lainnya.

Sementara itu siswa lain kelas 1 dan 2 mempertanyakan dana sumbangan pendidikan yang diminta pihak sekolah untuk kelas 1 sebesar Rp1 juta dan kelas 2 sebesar Rp2 juta.

Salah seorang siswa lain, mempertanyakan dana sumbangan pendidikan yang diminta sekolah, karena selama ini tidak ada peningkatan sarana pendidikan dalam menunjang kegiatan belajar mengajar.

"Segala sesuatu harus bayar, jadi dikemanakan dana dari kami yang sudah diberikan ke sekolah," katanya.

Sementara itu Kepala Sekolah SMAN 17 Garut, Bambangmenilai aksi tersebut karena telah terjadi salah paham antara siswa dan sekolah terkait permintaan dana tersebut.

Ia menjelaskan, pihak sekolah telah menjalankan kewajiban seperti melaksanakan pelatihan persiapan ujian nasioan yang sudah dilakukan tiga kali, dan pelaksanaan pemantapan dan penambahan belajar menghadapi ujian akan dimulai Februari 2011.

"Ini hanya ketidakmengertian siswa, setelah dijelaskan mereka baru mengerti dan minta maaf," katanya.







Kejadian tersebut terjadi karena siswa kelas XII dimintai dana untuk biaya pelatihan belajar untuk Ujian Nasional, tetapi pelatihan tersebut hingga saat ini belum terlaksana, sedangkan dana tersebut sudah diberikan. Dan juga pada kelas X dan XI yang dimintai dana juga untuk sumbangan pendidikan.
Menurut saya, kelompok yang ada dalam berita diatas termasuk kelompok Gesselschaft